ANAK – ANAK ISTIMEWA
Dengan “retardasi mental” atau “keterbelakangan mental”
ANAK – ANAK ISTIMEWA - Jika kita mendengar kata “retardasi
mental” atau “keterbelakangan mental” pasti yang muncul pertama kali
dalam pikiran kita adalah kekurangan,
kecacatan, terkucilkan, dilecehkan, diremehkan, dll. Ini adalah pikiran jauh
sebelum kita mengerti sebenarnya tentang “retardasi mental” yang
sesungguhnya. Ini adalah pengalaman saya tentang anak-anak istimewa dengan “retardasi mental” atau “keterbelakangan
mental” yang dimilikinya.
Terlebih dahulu, saya akan
berbagi informasi tentang apa itu “retardasi mental” atau “keterbelakangan
mental”.
DEFINISI
Retardasi mental atau keterbelakangan
mental adalah suatu kondisi dimana seseorang memiliki kapasitas
intelegensi yang rendah sehingga membuatnya sulit menyesuaikan diri dan sulit
memenuhi tuntutan dari masyarakat (Semiun,
2006). Apabila seseorang memiliki fungsi intelektual jatuh ke tingkat
retardasi mental setelah berusia 18 tahun, maka orang tersebut tidak dapat di
katakan mengalami retardasi mental melainkan dementia.
DSM-III R mengemukakan tiga kriteria individu yang
mengalami retardasi mental:
- Individu harus memiliki “fungsi intelektual umum yang berada di bawah rata-rata secara signifikan”. Secara teknik, fungsi intelektual dari individu tersebut berada pada IQ 70 atau lebih rendah.
- Individu harus mengalami kekurangan atau kerusakan dalam tingkah laku adaptif yang disebabkan karena intelegensinya yang rendah.
- Gangguan terjadi sebelum usia 18 tahun.
PENYEBAB
Retardasi mental atau keterbelakangan
dapat disebabkan oleh kelainan genetik dan kromosom.
Abnormalitas genetik dan kromosom ini yang paling umum menyebabkan adanya retardasi mental adalah sindrom down yang ditandai dengan
adanya kelebihan kromosom pada pasangan kromosom ke 21 sehingga membuat jumlah
kromosom menjadi 47, bukan 46 seperti individu normal. Selain itu, retardasi
mental yang diwariskan adalah sindrom fragile
X. Hal ini disebabkan oleh adanya mutasi gen pada kromosom X. Penyebab lain
dari retardasi mental adalah faktor prenatal seperti : ibu hamil yang
mengkonsumsi minum-minuman beralkohol
atau obat-obatan terlarang. Faktor postnatal juga dapat menjadi penyebab
adanya retardasi mental, misalnya; saat bayi pernah mengalami benturan yang keras pada kepala.
TINGKATAN RETARDASI MENTAL
Retardasi mental dibagi
menjadi 4 tingkatan :
1. Retardasi mental ringan (IQ
berkisar 50-70)
Saat usia prasekolah susah
dibedakan dengan anak-anak normal. Pada tingkatan ini perbedaan terlihat pada
usia dewasa, yaitu pada fungsi sosial dimana mereka kurang dapat beradaptasi.
Akan tetapi, mereka tetap dapat diajari keterampilan atau pengetahuan dasar.
2. Retardasi mental sedang (IQ
berkisar 35-49)
Anak mampu untuk dilatih
melakukan keterampilan kerja dan hanya dapat menguasai beberapa kemampuan
akademik. Akan tetapi, biasanya mereka memiliki kelemahan fisik dan disfungsi
neurologis sehingga dapat menghambat keterampilan motorik halus dan kasar. Oleh
karena itu, mereka memiliki kesulitan di dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.
3. Retardasi mental berat (IQ
berkisar 20-34)
Sejak kecil sudah terlihat
abnormalitas fisiknya dan keterbatasan dalam pengendalian dalam sensori dan
motorik. Mereka tidak mampu dalam memproses informasi dan membutuhkan bantuan
oranglain dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
4. Retardasi mental parah (IQ
berkisar dibawah 20)
Pada tingkatan ini, anak tidak
dapat melakukan aktivitas apapun dan hanya bergantung pada pengasuh. Tingkat kematian
pada masa kanak-kanak pada penderita retardasi mental parah ini sangat tinggi.
Kita telah mengetahui gambaran tentang
“retardasi mental” atau “keterbelakangan mental”. Saya sekarang akan
menceritakan pengalaman saya ketika berinteraksi dengan mereka.
Pertama kali, ketika saya
mendapat tugas praktek untuk menginjakkan kaki pada salah satu sekolah SLBN (Sekolah Luar Biasa Negeri) yang berada di Daerah Sumedang, Jawa Barat,
ini membuat saya takut, cemas, dan
bingung harus bagaimana menghadapi anak-anak dengan “retardasi mental” atau
“keterbelakangan mental” yang mereka miliki. Saya akan menggunakan kata
“anak-anak istimewa”, ini karena mereka
istimewa, berbeda dengan anak-anak normal lainnya. Tidak seperti yang saya
bayangkan, pertama kali ketika saya belum berinteraksi dengan mereka, mereka
dengan ramahnya menyambut kedatangan saya dengan senyum, bersalaman, dan
menanyakan nama (selayaknya anak normal yang sedang berkenalan). Keterbatasan
yang mereka miliki ini membuat mereka terlihat sempurna dimata saya . Mereka
membutuhkan dukungan dan perhatian yang lebih untuk membuat mereka merasa
nyaman, dan berarti dalam kehidupannya. Dukungan yang paling penting adalah
dukungan yang berasal dari keluarga, terutama orang tua dengan bentuk
penerimaan apa adanya kepada “anak-anak istimewa” ini.
Peran orang tua sangatlah penting.
Ketika mereka kebetulan bertemu dengan
anak-anak normal (anak SDN) di lapangan saat pelajaraan olahraga, mereka “anak-anak
istimewa” mampu menerima anak-anak normal dengan ramah, dan penuh
senyuman, kadang-kadang mereka “anak-anak istimewa” membuat lelucon
atau tingkah laku lucu yang membuat anak-anak normal tertawa melihat
tingkahnya.
Mereka mampu berbaur dengan
orang-orang yang berada di sekitarnya, entah itu denagn orang normal ataupun dengan
rekan sekolahnya. Karna pasti dengan kesabaran guru-guru pengajar di sekolah, berhasil
mengubah mereka, keluar dari kehidupan gelapnya.
Saya disitu termenung dan hati saya
menangis melihatnya. Dengan keterbatasan,
mereka mampu CERIA DALAM DUNIANYA SENDIRI, dunia yang tidak pernah di rasakan oleh
anak-anak normal lainnya, bahkan oleh kita dengan kesempurnaan yang tuhan
berikan kepada kita.
Mereka mampu mengikuti pelajaran cara Berhias diri "menyisir rambut".
SLB Negeri Cimalaka-Sumedang
(PBK-ANAK-B3-2B-Akper Sumedang)
Dengan Percaya Dirinya mereka berjoged mengikuti musik.
SLB Negeri Cimalaka-Sumedang
(PBK-ANAK-B3-2B-Akper Sumedang)
Menurut penelitian yang pernah
saya baca, dikatakan bahwa di dalam sistem keluarga, anak dengan “retardasi
mental” atau “keterbelakangan mental” dianggap sebagai sebuah stressor,
satu sisi terhalang dengan keuangan dan sumber-sumber emosional yang dimiliki keluarga
(Crnic et al dalam Zigler,1991).
Akan tetapi, yang tidak mereka ketahui bahwa “anak-anak istimewa” ini
memiliki perannya sendiri dalam kehidupan. Mereka memahami rasa dicintai, mereka
menunjukkan bahwa mereka mengerti, tetapi, mereka akan membalas dengan cara
yang unik dari diri mereka sendiri.
Coba kita mulai melihat “keistimewaan”
yang mereka miliki dengan tidak menggunakan kata “kekurangan, kecacatan, terkucilkan,
dilecehkan, diremehkan, dll”. Mulailah
dengan menggunakan kata yang lebih positif seperti “unik atau khusus atau bahkan
anak-anak istimewa”, sehingga kita akan lebih nyaman dalam mengenal kehidupan
mereka. Mereka bukan sekedar anak-anak yang bersekolah di sekolah luar biasa,
bukan sekedar anak yang berbeda dengan anak-anak normal lainnya. Karna dengan
keterbatasan, banyak dari mereka mampu berprestasi dan memperolah penghargaan.
Beni peringkat keempat tenis meja pada POPCANAS 2010 (fhoto pertama) dan Noni Juara pidato bahasa Inggris serta bertemu mantan Presiden Amerika, Bill Clinton (fhoto kedua).
Jangan pernah meremehkan mereka, karna sesungguhnya Tuhan pun tidak
pernah menyekat-nyekat umatnya, antara umat dengan keterbatasan dan umat dengan
kesempurnaan. BagiNya semua sama, yaitu
mahluk yang sempurna.
Dan untuk saya, mereka adalah adik-adik saya yang juga mau menerima
saya dengan apa adanya. Dan itu yang akan selalu menjadi “KEISTIMEWAAN” mereka
dimata saya.
0 comments :
Post a Comment