Dokumen Keperawatan

Sunday 20 April 2014

BAYI HIPERBILIRUBINEMIA

A. Batasan-Batasan
1.      Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut  (Hanifa, 1987): 
·         Timbul pada hari kedua-ketiga
·         Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
·         Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
·         Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
·         Ikterus hilang pada 10 hari pertama
·         Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu

2.      Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan Hiperbilirubinemia  bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

3.      Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus  Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

D. Etiologi
  1. Peningkatan produksi :
·         Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian  golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
·         Pendarahan tertutup  misalnya pada trauma kelahiran.
·         Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan  metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
·         Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
·         Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
·         Kurangnya  Enzim Glukoronil  Transeferase , sehingga  kadar Bilirubin Indirek  meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
·         Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
  1. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan  misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
  2. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme  atau toksion yang dapat langsung merusak sel hati  dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.
  3. Gangguan ekskresi  yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
  4. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

E . Metabolisme Bilirubin         
            Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi  Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).
            Pada bayi yang normal dan sehat  serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.


F. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

            Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
            Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
            Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari  20 mg/dl.
            Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.  Bilirubin  Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi  terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).

G. Penata Laksanaan Medis
            Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1.      Menghilangkan Anemia
2.      Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3.      Meningkatkan Badan Serum Albumin
4.      Menurunkan Serum Bilirubin
            Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.

Fototherapi
            Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
            Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
            Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa  ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

Tranfusi  Pengganti
            Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1.      Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2.      Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3.      Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4.      Tes Coombs Positif
5.      Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6.      Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7.      Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8.      Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9.      Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1.      Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2.      Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3.      Menghilangkan Serum Bilirubin
4.      Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin

            Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

Therapi Obat
            Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:
·         Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
·         Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
·         Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
·         Kadar Bilirubin Serum berkala.
·         Darah tepi lengkap.
·         Golongan darah ibu dan  bayi.
·         Test Coombs.
·         Pemeriksaan skrining  defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.

2. Ikterus yang timbul 24  -   72 jam sesudah lahir.
·         Biasanya Ikterus fisiologis.
·         Masih ada kemungkinan inkompatibilitas  darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga   kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi  5mg% per 24 jam.
·         Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
·         Polisetimia.
·         Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan   Hepar, sub kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan  yang perlu dilakukan:
·         Pemeriksaan darah tepi.
·         Pemeriksaan  darah Bilirubin berkala.
·         Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
·         Pemeriksaan lain bila perlu.

3.  Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
·         Sepsis.
·         Dehidrasi  dan Asidosis.
·         Defisiensi  Enzim G6PD.
·         Pengaruh obat-obat.
·         Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.

4.  Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
·         Karena ikterus obstruktif.
·         Hipotiroidisme
·         Breast milk Jaundice.
·         Infeksi.
·         Hepatitis Neonatal.
·         Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
·         Pemeriksaan Bilirubin berkala.
·         Pemeriksaan darah tepi.
·         Skrining Enzim G6PD.

·         Biakan darah, biopsi Hepar bila  ada indikasi.

0 comments :

Post a Comment